Pengesahan RKUHAP: Pro-Kontra Mengiringi Transformasi Hukum Pidana Indonesia
- lyn
- 0
- Posted on
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) oleh DPR menandai salah satu perubahan hukum terbesar dalam beberapa dekade terakhir di Indonesia. Revisi ini menggantikan aturan lama yang sudah berlaku sejak era kolonial dan dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi sosial, teknologi, serta kebutuhan masyarakat modern. Namun, proses pengesahan ini memunculkan gelombang pro dan kontra dari berbagai kelompok masyarakat sipil, akademisi, hingga praktisi hukum. Perdebatan ini menunjukkan bahwa pembaruan hukum, meski penting, selalu membutuhkan ruang dialog yang kuat.
Sebelum masuk ke detail pro-kontra, penting untuk memahami bahwa RKUHAP baru membawa perubahan signifikan terutama dalam aspek penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, transparansi, serta standar proses peradilan pidana. Di sisi lain, kekhawatiran publik berfokus pada potensi pelemahan kebebasan sipil, perluasan kewenangan aparat, serta sejumlah pasal yang dianggap multitafsir.
Di tengah diskusi yang berkembang ini, banyak isu nasional lainnya ikut menjadi perhatian publik, seperti berita tergelincirnya pesawat Batik Air di Bandara Soetta yang sempat menghebohkan publik:
Baca Juga: Pesawat Batik Air Tergelincir di Bandara Soetta.
Latar Belakang dan Urgensi Revisi RKUHAP
RKUHAP yang disahkan menggantikan KUHAP lama yang telah digunakan sejak tahun 1981. Selama lebih dari empat dekade, dinamika hukum dan sosial Indonesia telah berubah drastis. Meningkatnya kasus kejahatan digital, kebutuhan akan sistem peradilan yang lebih transparan, serta desakan untuk memperkuat perlindungan terhadap hak tersangka maupun korban adalah beberapa faktor utama yang mendorong revisi ini.
Kelompok pendukung revisi menilai KUHAP lama terlalu kaku dan kurang adaptif terhadap perkembangan zaman. Aparat penegak hukum, terutama penyidik, sering menghadapi kesulitan dalam menangani kasus dengan modus modern seperti kejahatan siber, pencucian uang lintas negara, serta tindak pidana ekstremisme digital. Pemerintah berargumen bahwa RKUHAP baru memberikan fondasi hukum yang lebih komprehensif serta menyelaraskan Indonesia dengan standar penegakan hukum internasional.
Di momen yang sama, perhatian publik juga tersedot pada isu internasional seperti ketegangan geopolitik Timur Tengah.
Baca Juga: Iran Minta Jepang Bersikap Tegas atas Serangan AS dan Trump.
Isi Krusial RKUHAP yang Menjadi Sorotan
Beberapa poin penting dalam RKUHAP yang menimbulkan diskusi publik meliputi:
1. Perpanjangan Masa Penahanan
Salah satu aspek yang paling memicu perdebatan adalah ketentuan mengenai perpanjangan masa penahanan yang dianggap terlalu longgar dan berpotensi disalahgunakan. Kelompok masyarakat sipil menilai aturan ini dapat membuka celah kriminalisasi, terutama jika tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan ketat dari lembaga independen.
Pendukung regulasi menegaskan bahwa perpanjangan penahanan diperlukan untuk kasus-kasus yang membutuhkan investigasi mendalam, seperti terorisme, korupsi, dan kejahatan transnasional. Namun, kritik tetap muncul karena belum adanya jaminan komprehensif mengenai pengawasan internal maupun eksternal terhadap aparat penegak hukum.
2. Penguatan Kewenangan Penyidik
RKUHAP baru memberikan kewenangan yang lebih luas kepada penyidik, termasuk akses terhadap data digital tersangka serta metode penegakan hukum modern. Meski pembaruan ini sejalan dengan kebutuhan zaman digital, sebagian pihak menilai aturan ini berpotensi melanggar privasi warga jika tidak diatur secara ketat.
Kelompok akademisi hukum menyatakan bahwa penguatan kewenangan harus selalu diiringi peningkatan transparansi dan mekanisme pertanggungjawaban secara hukum dan administratif. Tanpa kontrol yang kuat, risiko penyalahgunaan sangat mungkin terjadi.
3. Perlindungan Korban dan Saksi
Dalam sisi positif, RKUHAP baru memberikan perlindungan yang lebih jelas untuk korban, saksi, dan pelapor tindak pidana. Aturan mengenai kompensasi, perlindungan identitas, serta pendampingan psikologis menjadi langkah maju dalam peradilan pidana Indonesia.
Hal ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperkuat posisi korban dalam proses hukum, yang selama ini sering berada dalam posisi lemah dibandingkan aktor-aktor penegak hukum atau bahkan pelaku tindak pidana sendiri.
Di tengah diskusi hukum ini, publik juga mengikuti dinamika olahraga Tanah Air.
Baca Juga: Kekuatan Timnas Indonesia U-23 Menuju Piala AFF 2025 yang turut menyita perhatian masyarakat.
Pro-Kontra dari Berbagai Kalangan
Dukungan: Modernisasi Sistem Peradilan dan Efisiensi Penegakan Hukum
Pendukung pengesahan RKUHAP menilai perubahan ini sebagai langkah monumental yang akan membawa sistem peradilan pidana Indonesia lebih maju dan terstruktur. Dengan meningkatnya kejahatan digital dan lintas negara, revisi KUHAP dianggap sebagai keharusan.
Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa RKUHAP dirancang untuk memperkuat keadilan substantif sekaligus memberikan kepastian hukum bagi korban, tersangka, serta penegak hukum. Pemerintah juga menekankan bahwa berbagai pasal telah melalui proses uji publik dan diskusi panjang sebelum pengesahan dilakukan.
Penolakan: Kekhawatiran Penyalahgunaan Wewenang dan Multitafsir
Kelompok masyarakat sipil memberikan kritik tajam terhadap pengesahan ini. Mereka menyoroti potensi beberapa pasal yang dianggap membuka ruang kriminalisasi terhadap aktivis, jurnalis, atau warga yang mengkritik pemerintah. Selain itu, pasal mengenai penggeledahan dan penyitaan data digital dinilai terlalu luas tanpa mekanisme kontrol yang memadai.
Para akademisi juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang penyalahgunaan kewenangan aparat, sehingga revisi hukum yang memperluas wewenang harus diimbangi dengan reformasi peradilan dan pengawasan ketat.
Tantangan Implementasi RKUHAP
Meski telah disahkan, tantangan terbesar ada pada implementasi di lapangan. Aparat penegak hukum perlu mendapatkan pelatihan intensif untuk memahami aturan baru. Selain itu, peran pengawasan menjadi elemen penting untuk memastikan bahwa aturan hukum tidak digunakan untuk menekan kebebasan sipil.
Beberapa tantangan lainnya meliputi:
-
Konsistensi penegakan hukum di seluruh wilayah Indonesia
-
Peningkatan literasi hukum masyarakat
-
Integrasi sistem teknologi informasi antar lembaga hukum
-
Transparansi proses pemeriksaan dan pengadilan
Jika tantangan ini tidak diatasi, revisi hukum sebesar apa pun tidak akan membawa perubahan nyata bagi keadilan publik.
Kesimpulan: Arah Baru Hukum Pidana Indonesia
Pengesahan RKUHAP menjadi Undang-Undang merupakan langkah besar yang akan membentuk arah penegakan hukum Indonesia dalam beberapa dekade ke depan. Meski membawa sejumlah kemajuan, revisi ini tetap memerlukan evaluasi berkala, pengawasan transparan, serta komitmen kuat dari pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dan perlindungan hak warga negara.
Transformasi hukum pidana bukan hanya soal teks undang-undang, tetapi juga bagaimana negara memastikan bahwa rakyat tetap memiliki ruang kebebasan, keadilan, dan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari.
